DIALOG ANTAR UMAT BERAGAMA
IAIN SUNAN AMPEL - Jl A YANI
UNIVERSITAS KATOLIK WYDIA MANDALA SURABAYA
“TUHANKU,TUHANMU, TUHAN KITA SEMUA”
By: Pdt.Agustina Manik M.Th
Pendahuluan
Saya berterimakasih atas usaha-usaha kerukunan ummat beragama, hal ini sangat penting di situasi Indonesia yang pluralis /beragam suku, budaya dan agama. Terlebih lagi usaha ini dilakukan oleh kaum inteletual /universitas, hal ini berarti kedepan Indonesia masih mempunyai segudang harapan yang masih dapat diraih. Kesadaran keragaman dan usaha-usaha mencari perdamaian dari kaum intelektual akan memiliki dampak yang besar bagi bangsanya.
· Usaha-usaha dialog semacam ini sudah lama disadari dari pihak kristiani dan katolik. Untuk itu pada tahun 1967 Sri Paus sudah mendengungkan pernyataan (nostra aetate) suatu sikap keterbukaan dan menjalin persahabatan dengan agama-agama lain dengan membangun dialog antar agama. Demikian juga dengan DGD (dewan gereja dunia) pada waktu yang sama memiliki suatu program “Dialogue with other people of living faiths and ideologies.” Programnya adalah mengadakan pertemuan-pertemuan, seminar-seminar dari berbagai tokoh-tokoh agama dari berbagai Negara. Hal ini diikuti dengan Dewan gereja di Amerika Utara dan Eropa Barat yang memiliki program-program tetap, seperti misalnya “Office for Christian-Jewish relations and office for Christian-Muslim relations.”
· Gereja-gereja Presbyterian di USA pada tahun 1987-an mengupayakan dialog-dialog serupa dan menghasilkan kesepakatan untuk kerjasama antar Kristen dan Muslim.[1]
Ada dua sisi yang perlu dipahami di dalam dialog antar ummat beragama, yakni sisi yang berbeda (tidak dapat diseragamkan karena pada hakekatnya berbeda) dan sisi yang tidak berbeda /dapat dicari kesamaannya sehubungan dengan hidup berdampingan antar sesama . Untuk itu saya ingin mengungkapkan kedua sisi itu dengan alasan bahwa sisi yang berbeda untuk kita saling memahami dan sisi yang tidak berbeda untuk dapat menjadi sebuah kerjasama yang harmonis dan indah ditengah perbedaan (analogi: keluarga, internal agama, budaya, dll Analogi ini menandakan bahwa dalam segala aspek hidup manusia pada dasarnya banyak perbedaan-perbedaan, namun hal ini tidak berarti bahwa manusia tidak dapat hidup berdampingan dengan harmonis)
PERBEDAAN-PERBEDAAN DALAM KONSEP KRISTIANI
Konsep Allah. Dalam konsep Allah, umat kristen memiliki pemahaman TRITUNGGAL (Bapa, Tuhan Yesus Kristus, dan Roh Kudus). Konsep Allah ini disadari suatu paham yang sangat berbeda dengan konteks kepercayaan lain, dalam hal ini umat kristen hanya berpedoman kepada pengajaran Alkitab /Firman Allah
Gereja. Pandangan terhadap gereja dinyatakan kepada pemahaman dengan istilah visible church dan invissible church. Pandangan ini menunjukkan sekalipun gereja yang secara fisik nampak adalah penting (kumpulan orang percaya), namun sebenarnya gereja yang “tidak terlihat” adalah sehubungan dengan iman dan anggota yang sejati (hal ini jauh lebih penting dibandingkan yang secara fisik)
Cara peribadatan: 1) Ibadah /Liturgis ( pujian dan doa, pemberitaan Firman) dan sakramen (Baptisan /pengakuan percaya dan Perjamuan Kudus /persekutuan dengan Kristus di dalam pengorbananNYA). 2) Persekutuan Doa (lebih kearah hubungan antar anggota)
Simbol-simbol utama adalah : Salib /Kristus; Alkitab/firman Allah[2]
PERSAMAAN-PERSAMAAN’ DALAM KONSEP KRISTIANI SEHUBUNGAN DENGAN KERUKUNAN HIDUP ANTAR MANUSIA SECARA PLURALIS
Dasar-dasar Umum Konsep Kristiani Dalam Mengembangkan Usaha-usaha Untuk Hidup Bersama
Mengusahakan perdamaian adalah panggilan hidup kristiani. Tuhan Yesus Kristus sendiri disebut sang Raja Damai, dan Ia berseru kepada umatnya berbahagialah orang-orang pembawa damai karena mereka disebut anak-anak Allah (Mat. 5:9). Kita menyadari bahwa secara riil dengan keberbagaian ragam budaya, suku, agama akan “rawan” untuk munculnya konflik, oleh sebab itu mengusahakan perdamaian, kerjasama, keadilan dan rasa aman adalah suatu usaha yang mulia untuk dapat hidup bersama.
Menyadari bahwa ada usaha-usaha dan sikap manusia yang belum sadar (jatuh dalam dosa), destruktif dan serta memiliki keegoisan untuk menjadikan manusia lain sebagai obyek dan alat untuk keuntungan bagi dirinya sendiri. Hal ini sangat menghancurkan nilai-nilai keagamaan, oleh sebab itu kita perlu mengupayakan umat manusia yang sadar dan bersikap membangun sesuai arah yang dikehendaki Tuhan.
Hukum yang pertama dan utama dalam hidup kristiani adalah hukum kasih (mat. 22:37-39). Berbicara makna kasih dalam pemahaman kristiani ada berbagai macam arti, kasih yang persaudaraan dan kasih agape (tanpa menuntut balas) /ketulusan.
Sebenarnya segala bentuk sejarah yang disebabkan oleh tingkah laku umat kristiani yang mendatangkan akar pahit bagi orang lain /agama lain, harus ditanggung untuk dibenahi kembali.[3] Hal-hal tersebut di atas berada diluar panggilan kristiani, yang seharusnya menjaga kesaksian dan perdamaian. Untuk usaha-usaha memperbaiki “kesalahan” memerlukan waktu yang panjang, namun tidak pesimis untuk tetap diusahakan.
Dasar-dasar “khusus” umat Kristen sehubungan dengan interaksi antar manusia.
Dalam perkembangan postmodern, ada unsur dan pernyataan yang saya pandang positif (dalam konteks sosial) yakni bahwa keanekaragaman dan keberbedaan bukanlah sesuatu yang buruk, tetapi merupakan suatu yang indah, menarik dan penuh keunikan. Keberbedaan memang tidak dapat dihindari, maka kehidupan bersama yang harmonis memang perlu dibangun dengan lebih indah.
Dalam kekristenan sendiri menyadari segala sesuatu dalam kehidupan yang bersifat destruktif /penghancuran adalah bukan sikap kristiani. Kalau ada sebagian orang Kristen yang berpikiran “sempit” bahwa orang-orang di luar Kristen adalah “musuh” maka ada beberapa teks untuk menyikapi sikap mereka.
Kasih. Dalam teks Mat. 5:44 dikatakan “kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”
Pengampunan. Dasar pengampunan bagi orang lain yang bersalah adalah karena Kristus sendiri sudah mengampuni akan dosa manusia (Luk. 6:37)
Menghargai sesama Manusia: mahluk ciptaan Allah
Peduli terhadap sesamanya dan memperjuangkan kebenaran untuk kehidupan bersama yang harmonis.
Kehidupan yang mengupayakan perdamaian. “Hiduplah berdamai dengan semua orang” (Rom. 12:18). Orang Kristen harus berusaha mencari jalan untuk mencapai perdamaian (1 Pet.3:11)
Tidak Balas dendam. “Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan” ( Rom 12:17).
Kesimpulan dari Pandangan Umat Kristen terhadap kehidupan antar agama:
Berusaha dan belajar memahami pemahaman dan sikap orang yang berbeda kepercayaan. Dengan memahami kepercayaan pihak lain maka dapat lebih mengerti tindakan dan pandangan-pandangan umum dari pihak yang berbeda kepercayaan
Mengoreksi diri dalam rangka untuk menghindari sikap-sikap kristiani yang dapat menimbulkan perasaan-perasaan, sikap-sikap dan pengertian yang tidak benar sehubungan dengan kepercayaan lainnya.
Menerapkan kebenaran-kebenaran Firman Allah, khususya sehubungan dengan sikap hidup bersama orang-orang yang berbeda kepercayaan
Mendukung penuh usaha-usaha dialog antar kepercayaan, sehingga perdamaian dan keharmonisan dapat terwujud (kesaksian dan pelayanan). Dengan kata lain umat Kristen terpanggil untuk bekerjasama dengan kepercayaan lainnya ( masih banyak hal-hal yang similarities antar umat beragama yang dapat dibangun demi perbaikan hidup masa depan antar umat beragama)
[1] Dari beberapa judul buku seperti My Neighbor’s faith and Mine, atau The Bible and Peoples of Others Faiths dari DGD menganjurkan untuk mencoba memahami akan keberadaan kepercayaan lainnya.
[2] Simbol atau lambing lebih banyak terlihat di pengajaran Firman, di tatacara ibadah kristiani. Simbol dan lambang tidak dilarang ada karena memiliki makna sejarah, namun tidak dikembangkan karena dapat menghilangkan makna yang sebenarnya (penekanan kepada Kristus menjadi hilang). Band.. J.D. Douglas, et al. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini(Jilid 1; Jakarta: OMF, 1992) 6331-632
[3] Dalam sejarah bangsa Indonesia kita menyadari bahwa hidup bersama tidak dapat berjalan dengan mulus, kecurigaan dan kesalahpahaman sudah pernah terjadi. Dari pihak Kristen sendiri menyadari sejarah kolonial dibawah kuasa-kuasa barat ratusan tahun, “pembaratan” yang berjalan seiring dengan misi Kristen selama abad XIX dapat berdampak bagi hubungan antar agama di Indonesia. Sebenarnya banyak konflik yang terjadi bukanlah faktor keagamaan, tetapi lebih kepada masalah sosial ekonomi, politik, etnis, namun agama digunakan untuk berbagai kepentingan-kepentingan tersebut. Ironis sekali kalau ada permusuhan atas nama agama, karena kaidah umumnya agama adalah melarang kejahatan dan tidak membenarkan adanya permusuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar